Baleg Rekomendasikan Baliem Centre Jadi Daerah Otonom Baru di Papua

18-01-2013 / BADAN LEGISLASI

Wakil Ketua Badan Legislatif DPR RI (Baleg), Sunardi Ayub (F-Hanura) merekomendasikan Baliem Centre menjadi Daerah Otonom Baru  di Papua. Hal tersebut disampaikan Sunardi saat menerima delegasi Presidium Pembentukan Daerah Otonom Baru Kabupaten Baliem Centre, di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (17/1)

Sementara Anggota Komisi III DPR RI Nudirman Munir (F-PG) yang turut hadir dalam pertemuan tersebut,  menyatakan  tujuan membuka daerah pemekaran baru adalah agar bagaimana daerah baru nantinya lebih makmur secara ekonomi, karena pembangunan lebih terpusat, dan komunikasi lebih mudah karena Ibukota daerah jaraknya lebih dekat. 

Ia memberikan apresiasi apa yang telah disampaikan Ketua Delegasi Presidium. Munir mengusulkan  agar nama Daerah Baru Otonom ini lebih Indonesia atau  lebih Papua, misalnya cukup dengan nama Kabupaten Baliem.

“Baliem memang jelas daerah yang menurut hemat saya sangat dikenal bukan hanya di Indonesia tapi diseluruh Dunia. Hanya, kepapuannya dengan adanya centre ini jadi hilang,” kata Munir.

Lebih lanjut Munir berpesan, agar tokoh-tokoh masyarakat Baliem harus benar-benar memikirkan segala sesuatunya, terutama dalam hal penentuan Ibukota Daerah jangan sampai membuka konflik di masyarakat. “Jangan sampai ibukota daerah yang dipilih menjadi konflik. Seakan-akan kita mengadu domba masyarakat kita sendiri,” tegasnya.

 Sebab, menurutnya tujuan dari Baleg  ini selain daripada harmonisasi dan  sinkronisasi juga  tujuannya adalah bagaimana undang-undang yang baru itu tidak mengakibatkan konflik ditengah masyarakat.

Munir  mempertanyakan hal-hal strategis  menyangkut kepentingan-kepentingan masyarakat. Terutama bekaitan dengan letak kendali, sumber pendapatan di daerah/distrik mana yang banyak dipusatkan.  Kemudian, apabila pendapatan distrik/daerahnya tidak sesuai, bagaimana pemikiran pimpinan-pimpinan tokoh masyarakat calon kabupaten Baliem selanjutnya.  Sebab, hal seperti ini biasanya menjadi keributan ataupun konflik.

Munir juga mempertanyakan  kondisi topografi dan geografis daerah Baliem Centre,  prosentase jumlah penduduk dari sudut  usia dan jenis kelamin, letak Ibukota Kabupaten, dan berbagai rekomendasi  yang menyatakan daerah ini  sudah sangat membutuhkan pemekaran.

“Dari yang disampaikan kami belum melihat kondisi topografi dan geografis daerah, hal ini penting agar kami mudah mempertimbangkan aspek ekonomi daerah tersebut,” papar Munir.

“Demikian pula prosentase usia sekolah, hal ini dimaksudkan ada kekhawatiran kalau tidak dipisahkan tumbuh banyak masyarakat yang tidak sekolah. Usia sekolah sangat rentan dengan penyebaran penduduk,” tambahnya.

Menanggapi pertanyaan Munir, Ketua Presidium Pembentukan Daerah Otonom Baru Agus Wenda menyatakan  bahwa penggunaan nama Baliem Centre,  masyarakat Baliem  tidak  mengakui mereka sebagai orang papua, melainkan mereka  adalah orang Baliem.

“Sebab ini menyangkut harkat dan harga diri orang Baliem, maka nama itu muncul. Juga, nama ini sebenarnya pernah diperdebatkan di Provinsi dan di Komisi II bahkan sampai di DPD. Kemudian yang menjadi kesepakatan untuk nama dan lokasi ibukota kabupaten ini adalah berdasarkan hasil musyawarah mufakat dari sepuluh  Distrik”, papar Agus. 

Menurut Agus, tempat yang telah disepakati  adalah distrik yang berada di tengah-tengah,  secara geografis untuk melihat papua,  tempat ini adalah jantungnya Papua.

Sementara untuk masalah pendapatan ekonomi di tingkat daerah/distrik,  dijelaskan Agus bahwa yang paling menonjol atau mendominasi adalah hasil perkebunan,  peternakan,  dan perikanan (dalam hal ini perikanan air tawar). 

Kemudian jumlah persebaran penduduk menurut tingkat pendidikan, jenis kelamin, pendapatan dan lain-lain,  dijelaskan bahwa lebih lengkap dan terperinci berdasarkan masing-masing distrik ada dalam  buku kajian daerah dan kajian ilmiah serta buku profil yang diserahkan kepada Baleg.

Sementara untuk rentang kendali wilayah,  di Papua  memang kebalikan dari Pulau Jawa. Apabila di Jawa jumlah penduduknya padat, di Papua jumlah penduduknya memang kurang. Tapi yang paling sulit adalah luas wilayah. Secara umum apabila jika  pergi dari satu distrik ke distrik lainnya  harus naik pesawat, jika  jalan kaki akan memakan waktu tiga sampai empat  malam karena harus melewati gunung-gunung. (sc/de)/foto:iwan armanias/parle.


 

BERITA TERKAIT
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...
RUU Minerba Jadi Perdebatan, Baleg Tegaskan Pentingnya Mitigasi Risiko
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna, menyatakan penolakan terhadap wacana perguruan tinggi diberikan hak mengelola tambang...